Sabtu, 30 April 2016

“DISULAP”, JAJANAN JADUL INI EKSIS KEMBALI



Kali ini saya akan sedikit mengulas tentang jajanan yang dulu pernah terkenal di jaman nya. Siapa yang tak kenal jajanan seperti kue pancong, kue cubit, dan martabak. Sebenarnya martabak dari dulu sampai sekarang masih eksis. Namun kali ini yang membuat berbeda dan makin hits adalah jajanan ini “disulap” sedemikian rupa sehingga anak muda jaman sekarang tertarik untuk memakannya. Maksud disulap disini adalah jajanan tersebut diubah tampilan, rasa, dan juga toping yang dibuat bermacam-macam sesuai dengan perkembangan jaman saat ini. Tak heran sejak tahun 2015, jajanan jadul ini naik daun kembali.
Contoh rasa yang digunakan adalah greentea, redvelvet, buble gum. Sedangkan untuk toping, banyak pedagang yang memakai keju, kitkat, toblerone, dan marshmallow untuk menambah rasa jajanan tersebut serta mempercantik tampilannya. Untuk tampilan tidak usah diragukan lagi, yang pasti makin ciamik dan selera makan dijamin langsung tinggi deh. Jaman dulu jajanan ini sering kita jumpai dijual dengan menggunakan gerobak. Namun lain dulu lain sekarang, jajanan tersebut saat ini dijual di kedai atau cafe yang dilengkapi dengan ac, wifi, tempat yang nyaman dan hal itu membuat para konsumen betah berlama-lama disana. Respon baik para penikmat kuliner terlihat dari menjamurnya kedai atau caffe yang menyajikan jajanan ini.
Markobar salah satu kedai yang menjual martabak kekinian. (Foto: Google.com)
Buat mengingatkan kalian semua, saya akan memperlihatkan jajanan tersebut yang sudah berhasil “disulap”.

1.      Kue Cubit


Perbedaan kue cubit dahulu dan sekarang. (Google.com)
Dari dulu sampai sekarang kue cubit masih terlihat imut. Hanya saja saat ini ditambah
berbagai rasa agar makin menarik.

2.      Kue Pancong


Sumber foto: google.com
Terlihat perbedaannya kue pancong saat ini ditambah es krim dan toping diatasnya. Perpaduan yang sangat pas. Tampilannya pun makin menarik.

3.      Martabak


Martabak manis (Google.com)
Kalau untuk makanan ini sih mau toping apa saja pasti akan tetap enak. toping legendaris seperti coklat kacang saja, sudah membuat kita ngiler. Apalagi martabak yang sedang hits dengan 8 toping berbeda, makin membuat kita tak sabar untuk memakannya.
Kalau pembaca lebih suka toping legendaris atau toping kekinian?









 

Minggu, 22 November 2015

Pengaruh kelas sosial dan status



Kelas Sosial atau Golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi.Jadi, definisi Kelas Sosial atau Golongan Sosial ialah:Sekelompok manusia yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonomi.
Pengaruh dari adanya kelas sosial terhadap perilaku konsumen begitu tampak dari pembelian akan kebutuhan untuk sehari-hari, bagaimana seseorang dalam membeli akan barang kebutuhan sehari-hari baik yang primer ataupun hanya sebagai penghias dalam kelas sosial begitu berbeda. Untuk kelas sosial dari status yang lebih tinggi akan membeli barang kebutuhan yang bermerek terkenal, ditempat yang khusus dan memiliki harga yang cukup mahal. Sedangkan untuk kelas sosial dari status yang lebih rendah akan membeli barang kebutuhan yang sesuai dengan kemampuannya dan ditempat yang biasa saja. Adapun yang merupakan ukuran kelas sosial dari konsumen yang dapat diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik terlihat dari pekerjaan, pendidikan dan penghasilan.
                                                                                
Status Sosial
Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang rendah.
Pengertian Jenjang Sosial
Jenjang sosial adalah pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas atau jenjang yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.  Pengertian jenjang sosial merupakan kondisi dimana seseorang berusaha untuk dapat menaikkan kelas sosialnya pada suatu posisi yang mana mencerminkan status sosialnya menjadi lebih baik di masyarakat.
Hal ini berkaitan erat dengan kondisi sosial sebelumnya yang berusaha untuk dinaikkan agar dapat lebih dihargai dan dihormati oleh sesamanya, dan dapat dikatakan orang yang berhasil.  Dan dapat disimpulkan bahwa jenjang sosial akan berubah seiring dengan pencapaian dan keberhasilannya dalam merubah kelas sosialnya.  Serta akan menghasilkan status sosial yang lebih tinggi dari sebelumnya sesuai dengan pencapaiannya.
Faktor Penentu Kelas Sosial
Seseorang tergolong ke dalam suatu kelas sosial tertentu karena strata sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat itu sendiri atau terjadi sengaja disusun untuk mengejar tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan bersama.  Secara ideal semua manusia pada dasarnya sederajat.  Namun, secara relaitas, disadari ataupun tidak ada orang-orang yang dipandang tinggi kedudukannya dan ada pula yang dipandang rendah kedudukannya.
Status merupakan unsur utama pembentukan strata sosial, karena status mengandung aspek structural dan aspek fungsional.  Aspek struktulal adalah aspek yang menunjukkan adanya kedudukan – tinggi dan rendah dalam hubungan antar status.  Aspek fungsional, yaitu aspek yang menunjukkan adanya hak-hak dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh penyandang status.  Talcott Persons, menyebutkan ada lima menentukan tinggi rendahnya status seseorang, yaitu :
a.      Kriteria Kelahiran (Ras, Kebangsawanan, Jenis Kelamin)
b.      Kualitas atau Mutu Pribadi (Umur, Kearifan atau Kebijaksanaan)
c.       Prestasi (Kesuksesan Usaha, Pangkat, Jabatan)
d.      Pemilikkan atau Kekayaan (Kekayaan Harta Benda)
Kelas sosial ada yang tercipta sejak lahir namun ada juga yang harus dengan susah payah untuk mendapatkannya, baik itu dengan sekolah maupun lembaga tinggi lainnya.  Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mengemukakan pendapat Gilbert dan Kahl yang menyebutkan bahwa ada Sembilan variabel yang menentukan status atau kelas sosial seseorang, kesembilan variabel tersebut digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu sebagai berikut :
1.      Variabel Ekonomi
a.      Status Pekerjaan
b.      Pendapat
c.       Harta Benda
2.      Variabel Interaksi
a.      Prestis Individu
b.      Asosiasi
c.       Sosialisasi
3.      Variabel Politik
a.      Kekuasaan
b.      Kesadaran Kelas
c.       Mobilitas
Beberapa indikator lain yang berpengaruh terhadap pembentukan kelas sosial, yaitu :
a.      Kekayaan
Untuk memahami peran uang dalam menentukan strata sosial/kelas sosial, kita harus menyadari bahwa pada dasarnya kelas sosial merupakan suatu cara hidup.  Artinya bahwa pada kelas-kelas sosial tertentu, memiliki cara hidup atau pola hidup tertentu pula, dan untuk menopang cara hidup tersebut diperlukan biaya dalam hal ini uang memilii peran untuk menopang cara hidup kelas sosial tertentu.
Uang juga memiliki makna halus lainnya.  Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan professional lebih memiliki prestise daripada penghasilan yan berwujud upah dari pekerjaan kasar.  Uang yang diperoleh dari pekerjaan halal lebih memiliki prestise daripada uang hasil perjudian atau korupsi.  Dengan demikian, sumber dan jenis penghasilan seseorang memberi gambaran tentang latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.  Jadi, uang memang merupakan determinan kelas sosial yang penting.  Hal tersebut sebagian disebabkan oleh perannya dalam memberikan gambaran tentang latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.


b.      Pekerjaan
Dengan semakin beragamnya pekerjaan yang terspesialisasi ke dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu, kita secara sadar atau tidak bahwa beberapa jenis pekerjaan tertentu lebih terhormat daripada jenis pekerjaan lainnya.  Mengapa suatu jenis pekerjaan harus memiliki prestise yang lebih tinggi daripada jenis pekerjaan lainnya.  Hal ini merupakan maslaah yang sudah lama menarik perhatian para ahli ilmu sosial.  Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memberi penghasilan yang lebih tinggi, meskipun demikian terdapat banyak pengecualian.  Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memerlukan pendidikan tinggi, meskipuun hubungannya masih jauh dari sempurna.  Apabila kita mengetahui jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup, pertemanannya, jam kerja, dan kebiasaan sehari-hari keluarga orang tersebut.  Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan bahkan orientasi keagamaannya.  Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya.
Keseluruhan cara hidup seseoranglah yang pada akhirnya menentukan pada strata sosial mana orang itu digolongkan.  Pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang.  Oleh karena itu, pekerjaan pun merupakan indikator terbaik untuk mengetahui strata sosial seseorang.

c.       Pendidikan
Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi sekurang-kurangnya dalam dua hal.  Pertama, pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi.  Kedua, jenis dan tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang sosial.  Pendidikan tidak hanya sekedar memberikan keterampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan, etiket, cara berbicara perubahan dalam keseluruhan cara hidup seseorang.
Dalam beberapa hal, pendidikan malah lebih penting daripada pekerjaan.  De Fronzo (1973) menemukan bahwa dalam segi sikap pribadi dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda dengan para karyawan kantor.  Namun demikian, perbedaan itu sebagian besar tidak tampak bilamana tingkat pendidikan mereka sebanding.

Pengukuran Kelas Sosial
Ada tiga faktor yang biasa mempengaruhi atau digunakan untuk menilai stratifikasi atau mengukur kelas sosial yang ada di masyarakat, antara lain adalah :
1.      Kekayaan Relatif
2.      Kekuasaan atau Pengaruh
3.      Martabat
Pengukuran kelas sosial dapat juga dilakukan melalui beberapa pengukuran yang bersifat objektif :
a.      Ukuran Subjektif, dimana orang diminta menentukan sendiri posisi kelas sosialnya (kelas sosial ditentukan secara pribadi).
b.  Ukuran Reputasi, ditentukan oleh orang lain dari luar lingkungannya (kelas sosial ditentukan menurut reputasinya).
c.  Ukuran Objektif, didasarkaan atas variabel sosioekonomi seperti pekerjaan, besar pendapatan, dan pendidikan (kelas sosial dikarenakan kekayaan dan pekerjaan).
Perubahan Kelas Sosial
Kelas sosial akan berubah, sama halnya seperti roda kehidupan yang selalu berputar.  Kadang seseorang berada dalam status sosial yang tinggi atau berada saat mapan atau dihormati, tetapi terkadang lambat laun akan berada di posisi bawah, yaitu ketika mereka tidak lagi berjaya, kaya, atau dihormati seperti sebelumnya.  Ketika kelas sosial berubah, perubahan itu juga akan mempengaruhi perilaku dan selera konsumen terhadap suatu barang.  Misalnya seorang yang biasa mengkonsumsi nasi dari beras yang mempunyai kualitas yang rendah, tetapi apabila ia menjadi kaya atau memperoleh rezeki yang berlebih maka ia akan merubah beras yang dikonsumsi dari yang berkualitas rendah ke kualitas yang lebih tinggi.  Dan ini juga bisa mempengaruhi berbagai permintaan produksi suatu barang maupun jasa.

Pemasaran Pada Segmen Pasar Berdasarkan Kelas Sosial
Pemasaran pada segmen pasara berdasarkan kelas sosial berbeda-beda sesuai dengan kelas sosial yang ingin dituju.  Bisa dilihat apabila ingin memasarkan suatu produk yang mempunyai kelas sosial yang tinggi biasanya menggunakan iklan yang premium atau bisa di katakan lebih eksklusif karena dapat diketahui bahwa orang-orang yang berada di kelas sosial atau memiliki status sosial yang tertinggi, mereka lebih memilih produk yang higienis, terbaru, bermerek, dan kualitas yang sangat bagus.  Berbeda apabila pemasaran dilakukan untuk orang-orang yang berada pada kelas sosial terendah.  Penggunaan iklan pun kurang di gencarkan dan biasanya malah lebih menggunakan promosi yang lebih kuat, karena kelas sosial yang rendah lebih banyak mementingkan sebuah kuantitas suatu produk dengan harga yang murah.  Jadi berbeda sekali pemasaran yang dilakukan apabila melihat dari posisi kelas sosial yang ada.


Sumber :

Sabtu, 27 Juni 2015

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Penyusunan Politik Dan Strategi Nasional
Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945. Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat dimana jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 disebut sebagai “Suprastruktur Politik”, yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “Infrastruktur Politik”, yang mencakup pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penenkan (pressure group). Antara suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur oleh Presiden (mandataris MPR). Dalam melaksanakan tugasnya ini presiden dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinasi seperti Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Dewan Tenaga Atom, Dewan Penerbangan dan antariksa Nasional RI, Dewan Maritim, Dewan Otonomi Daerah dan dewan Stabitas Politik dan Keamanan. Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik dilakukan setelah Presiden menerima GBHN, selanjutnya Presiden menyusun program kabinetnya dan memilih menteri-menteri yang akan melaksanakan program kabinet tersebut. Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang memuat politik nasional yang digariskan oleh presiden. Jika politik nasional ditetapkan Presiden (mandataris MPR) maka strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan bidangnya atas petunjuk dari presiden.Apa yang dilaksanakan presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan, maka di dalamnya sudah tercantum program-program yang lebih konkrit untuk dicapai, yang disebut sebagai Sasaran Nasional. Proses politik dan strategi nasional di infrastruktur politik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia dalam rangka pelaksanaan strategi nasional yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sos bud dan hankam.Sesuai dengan kebijakan politik nasional maka penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan sebagai sasaran sektoralnya. Melalui pranata-pranata politik masyarakat ikut berpartisipasi dalam kehidupan politik nasional. Dalam era reformasi saat ini peranan masyarakat dalam mengontrol jalannya politik dan strategi nasional yang telah ditetapkan MPR maupun yang dilaksanakna oleh presiden sangat besar sekali. Pandangan masyarakat terhadap kehidupan politik, ekonomi, sos bud maupun hankam akan selalu berkembang hal ini dikarenakan oleh:
·         Semakin tingginya kesadaran bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
·         Semakin terbukanya akal dan pikiran untuk memperjuangkan haknya.
·         Semakin meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
·         Semakin meningkatnya kemampuan untuk mengatasi persoalan seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang ditunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·         Semakin kritis dan terbukanya masyarakat terhadap ide-ide baru.
Stratifikasi Politik Nasional
Berdasarkan stratifikasi dari politik nasional dalam negara RI, sebagai berikut:
1. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak.
a. Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang lingkupnya menyeluruh secara nasional yang mencakup : penentuan UUD, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan tujuan nasional (national goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusannya dalam berbagai GBHN dengan Ketetapan MPR.
b. Dalam hal-hal dan keadaan tersebut yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum dalam pasal 10 s/d 15 UUD 1945, maka dalam penentu tingkat kebijakan puncak ini termasuk pula kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh Kepala negara itu dapat dikeluarkan berupa: Dekrit, Peraturan atau Piagam Kepala Negara.
2. Tingkat Kebijakan Umum.
a. Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-masalah makro strategis guna mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi tertentu. Hasil-hasilnya dapat berbentuk :
·         Undang-Undang yang kekuasaan pembuatannya terletak ditangan Presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945 pasal 5 (1))atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
·         Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan Undang-Undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan Presiden (UUD 1945 pasal 5 (2)).
·         Keputusan atau Instruksi Presiden yang berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku (UUD 1945 pasal 4 (1)).
·         Dalam keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.
3. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus.
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintah sebagai penjabaran terhadap kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan khusus terletak pada Menteri, berdasarkan dan sesuai dengan kebijakan pada tingkat diatasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peratuan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Dalam keadaan tertentu dapat dikeluarkan pula Surat Edaran Menteri.
4. Tingkat Penentu Kebijakan Teknis.
Kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam suatu sektor dibidang utama tersebut diatas dalam bentuk prosedur dan teknis untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. Wewenang pengeluaran kebijakan teknis terletak ditangan Pimpinan Eselon Pertama Departemen Pemerintahan dan Pimpinan Lembaga-Lembaga Non Departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan atau Instruksi Pimpinan Lemabaga Non Departemen atau Direktorat Jenderaldalam masing-masing sektor atau segi administrasi yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Didalam tata laksana pemerintahan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) sebagai pembantu utama Menteri bertugas untuk mempersiapkan dan merumuskan kebijakan khusus Menteri dan Pimpinan Rumah Tangga Departemen. Selain itu Inspektur Jenderal dalam suatu Departemen berkedudukan sebagai Pembantu Utama Menteri dalam penyelenggaraan pengendalian ke dalam Departemen. Ia mempunyai wewenang pula untuk mempersiapkan kebijakan khusus Menteri.
5. Kekuasaan Membuat Aturan Di Daerah.
Kekuasaan membuat aturan di daerah dikenal dua macam:
a. Penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan Pemerintahan Pusat di daerah yang wewenang pengeluarannya terletak pada Gubernur, dalam kedudukannya sebagai Wakil Pemerintahan Pusat Di Daerah yuridiksinya masing-masing, bagi daerah tingkat I pada Gubernur dan bagi daerah tingkat II pada Bupati atau Wali Kota. Perumusan hasil kebijakan tersebut dikeluarkan dalam keputusan dan instruksi Gubernur untuk propinsi dan instruksi Bupati atau Wali Kota untuk kabupaten atau kota madya.
b. Penentuan kebijakan pemerintah daerah (otonom) yang wewenang pengeluarannya terletak pada Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan tersebut diterbitkan sebagai kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Tingkat I atau II, keputusan dan instruksi Kepala Daerah Tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, maka jabatan Gubernur dan Bupati atau Wali Kota dan Kepala Daerah Tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau Wali Kota/Kepala Daerah Tingkat II.

Sumber: https://gabriellaaningtyas.wordpress.com